Friday, May 03, 2013

Apapun Kurikulumnya, yang Penting Gurunya



Tujuan dari dirombaknya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 ini sebenarnya cukup baik yaitu untuk membangkitkan kemampuan nalar dan kreativitas anak didik secara merata. Pasalnya, selama ini kurikulum yang mampu memacu hal tersebut hanya dapat diperoleh di sekolah-sekolah tertentu saja.


Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Karnadi mengatakan bahwa tidak ada maksud buruk dari perubahan kurikulum ini. Namun, ada hal yang perlu dipertimbangkan dengan baik agar maksud baik tersebut dapat tercapai yaitu masalah guru.

"Guru kita ini sudah lama tidak dibiasakan untuk mengembangkan sesuatu. Hanya terbiasa menerima dan menjabarkan dan takut salah jika tidak sesuai dengan arahan," ujar Karnadi saat diskusi tentang kurikulum 2013 di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (9/4/2013).

Ia juga menjelaskan bahwa guru-guru ini bukannya tidak mampu menjalankan kurikulum 2013. Hanya saja karena terbiasa diarahkan, guru jadi terbatas untuk berkreasi. "Padahal mau kurikulum berubah berulang kali tidak akan masalah selama guru kreatif," ungkap Karnadi. Untuk itu, dalam pelatihan yang digagas, guru sebaiknya tidak hanya disuguhi panduan dari buku babon saja. Namun diajak melakukan simulasi dan praktik-praktik yang nantinya berguna untuk diterapkan di kelas. Pasalnya, hanya dengan menghafal saja orang mudah lupa materi yang diberikan.

"Guru harus diajarkan untuk menciptakan suasana belajar yang kolaboratif. Misalkan anak diajak keluar atau menyelesaikan soal dengan contoh-contoh mainan. Jadi jangan anak-anak ditakut-takuti," jelas Karnadi.
Secara terpisah, hal senada juga diungkapkan pemerhati pendidikan, Romo Benny Susetyo. Ia mengatakan bahwa kurikulum ini memang berhasil di sekolah-sekolah tertentu seperti sekolah internasional. Selain gurunya cukup kreatif dalam menciptakan suasana belajar, ruang kelas juga disediakan untuk jumlah siswa yang tidak terlalu banyak sehingga fokus. "Tidak hanya itu, dalam satu kelas biasanya guru lebih dari satu untuk saling membantu dan menangani anak-anak," jelas Benny.

"Jumlah anak dalam kelas juga hanya 20 orang paling banyak. Bayangkan saja 20 anak dengan guru paling tidak tiga orang dengan sekolah negeri yang muridnya 40 dan gurunya hanya satu," tandasnya. 

No comments:

Post a Comment